Selasa, 30 Oktober 2012



Aktualisasi Pemikiran Gus Dur dalam Bingkai Pendidikan Multikultural

Oleh: Widya Noventari
Widya_noventari@yahoo.com

Indonesia adalah negara yang multikultural, seperti dinyatakan dalam ungkapan “Bhinneka Tunggal Ika” yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Kehidupan masyarakat yang beragam merupakan sebuah realita yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Tatanan masyarakat yang komplek tidak jarang akan membuka peluang terjadinya gesekan sosial baik dalam sekala besar maupun kecil. Hal ini terlihat dari berbagai macam konflik sosial yang melanda negara ini.
Berbagai macam konflik sosial ini dapat terlihat dari berbagai tindak kekerasan antar kelompok yang bergolak secara sporadis seputar persoalan Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) banyak terjadi dan terus bermunculan di negeri ini. Dari Sabang sampai Merauke terjadi berbagai peristiwa berdarah. Di Aceh terjadi pergolakan yang bernuansa separatis dan ingin memerdekakan diri melalui Gerakan Aceh Merdeka. Beruntung masalah ini bisa diselesaikan dengan damai, namun masalah ini belum tuntas. Penyelesaian damai ini menyisakan masalah yang masih harus dituntaskan dengan arif. Di Sampit terjadi peristiwa yang sangat menggegerkan dunia ketika banyak mayat bergelimpangan tanpa kepala dan diliput ke seluruh dunia (Sutarto, 2012). Begitu kompleknya konfik sosial yang terkait dengan SARA di indonesia menyebabkan kegelisahan masyarakat indonesia yang mampu mengikis pertahanan NKRI.

            Berhadapan dengan kondisi semacam ini, hal penting yang mendesak dilakukan adalah mengeliminasi berbagai faktor yang ada yang memungkinkan lahirnya konflik menjadi potensi perdamaian dan kerukunan (Naim, N & Sauqi, A, 2008: 26). Salah satu komponen yang menjadi harapan adalah pendidikan. Pendidikan merupakan proses yang sangat vital dalam pembentukan karakter sebuah masyarakat dan kemajuan yang mengiringinya. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa tidak akan bisa menjadi besar. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki tigkat pendidikan dan manusia yang berkualitas sehingga mampu menjawab semua tantangan jaman yang semakin mengglobal (Noventari, 2012).
Mengacu pada paradigma pluralitas dan multikultural yang ada, maka pendidikan diharapkan mampu melahirkan anak didik yang memiliki cakrawala pandang luas, menghargai perbedaan, penuh toleransi, dan penghargaan terhadap segala bentuk perbedaan (Naim, N & Sauqi, A, 2008: 48-49). Pendidikan multikultural pada prinsipnya mengajarkan pada kita tentang pentingnya menjaga harmoni hubungan antar manusia meskipun kita berbeda-beda secara kultural, etnik, religi, dan lain-lainya. Salah satu alternatif gagasan pendidikan multikultural pernah di gagas oleh Gus Dur.
Salah satu aspek yang paling mudah dipahami dari Gus Dur adalah pemikiranya tentang pluralisme. Menurut Greg Barton (dalam Wahid, 2010: xxiii ) Gus Dur merupakan penyeru Pluralisme dan toleransi, pembela kelompok minoritaaas, Cina Indonesia, juga penganut Kristen dan kelompok-kelompok lain yang tidak diuntungkan pada masa pemerintahan Soeharto dan pada bulan-bulan terakir ini. Disinilah sisi penting mengembalikan semangat pluralitas dan multikultural seperti yang tertuang di dalam setiap cakrawala berfikir gus dur yang pantas untuk diteladani.

Nilai- nilai Pendidikan
Pendidikan menurut pandangan Driyakara merupakan memanusiakan manusia atau pendidikan humanisme, humanisme menuntut supaya manusia berupa usaha bersama menyelenggarakan kepentingan bersama dengan saling menghormati hak-hak insani, dengan saling menghormati kebebasan manusia (Sudiarja, A Dkk, 2006: 712). Sejalan dengan pandangan Gus Dur mengenai prisnsip toleransi yang mengajarkan tentang kehidupan yang muhanisme saling mengahrgai dan menghormati orang lain.
Beberapa nilai penting mengenai pendidikan yang terdapat di dalam pemikiran Gus Dur adalah:
1.Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural menjadi penting mengingat keberagaman bangsa Indonesia yang tidak dapat dipungkiri lagi yang membedakan Indonesia dengan negara-negara lainya. Menurut Gus Dur (2010: 103), bangsa Indonesia memiliki sikap yang demikian bijaksana dalam dirinya, bangsa Indonesia menjadi bangsa pecinta perdamaian. Untuk mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dilakukan dalam penyiapan dan penyelenggaraan indoktrinasi falsafah negara Pancasila, penerapan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang terkenal.
Penanaman nilai-nilai luhur Pancasila melalui semuga elemen masyarakat, dan juga dikembangkan lewat berbagai macam institusi yang ada, termasuk lewat jalur pendidikan. Dengan demikian kedepan diharapkan agar lahir sebuah masyarakat yang plurais, toleran, bermoral, dan beradab.
2.      Pendidikan Solidaritas
Paradigma pendidikan yang berwawasan multikultural sebenarnya berangkat dari suatu kesadaran, bahwa setiap manusia memiliki potensi yang berbeda (Mu’arif, 2008: 114). Tidak berbeda jauh dengan pendidikan multikultural pendidikan solidaritas juga mengedepankan bahwa kemapuan setiap manusia memiliki potensi berfikir yang beragam. pendidikan terlihat dari keragamanan siswa yang ada di dalam suatu kelas tanpa menerapkan sistem kelas internasional dan kelas unggulan. Keberagaman siswa disuatu kelas, disini siswa yang memiliki potensi belajar lebih tinggi akan mampu memotivasi siswa yang lainya sehingga terus terpacu untuk belajar.
Gugus terbesar nilai-nilai Indonesia dewasa ini, menurut Gus Dus (2010: 111) adalah berupa solidaritas yang didasarkan pada rasa kebangsaan tanpa pengucilkan getaran rasa implusif untuk mengutamakan kelompok-kelompok yang lebih sempit. Dewasa ini disperitas pendidikan sangat terasa dimana pendidikan semakin mahal dan tidak terjangkau oleh kalangan menengah bawah. Fenomena semacam ini sudah mulai tampak ketika Mendiknas Bambang Sudibyo periode 2004 -2009, menghendaki manajemen pasar bebas dengan menyematkan pendidikan sebagai salah satu produk. Akibatnya, tidak bisa dibayangkan lagi betapa pendidikan sangat mahal harganya (Noventari, 2012).

Penutup
Pemikiran Gus Dur yang sangat menghargai keberagaman atau pluralisme, patut kita teladani dan diaplikasikan di dalam dunia pendidikan. Sehingga akan menciptakan suasana pendidikan yang demokratis, menghargai perbedaan, menyelesaikan masalah dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat, dan menutup kemungkinan terjadinya diskriminasi dan disintegrasi di dalam dunia pendidikan.
Selain itu tekat Gus Dur memperjuangkan Pancasila sebagai asas tunggal bangsa mampu mengispirasi kita untuk menegakkan kembali Pendidikan Pancasila yang sekarang tengah mengalami depancasilaisasi atau pengaburan nilai-nilai Pancasila. Meskipun beliau sudah wafat alangkah bijaknya sebagai generasi muda melestarikan pemikiran dari beliau yang dijuluki sebagai Bapak Pluralisme ini.
Daftar Rujukan
Naim, N & Sauqi, A. 2008. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Noventari, W. 2012. Pluralisme-multikultural dalam Bingkai Pendidikan Ala KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) (online, http://forumstudikebangsaan.blogspot.com/2012/09/pendidikan-pluralisme-multikultural-ala.html#more) diakses pada tanggal 30 Oktober 2012.
Noventari, W. 2012. Cengkraman Globalisasi: Kapitalisasi dalam Dunia Pendidikan. Artikel disajikan tanggal 29 Mei 2012 dalam Forum Studi Kebangsaan dengan tema “Wajah Globalisasi dalam Dunia Pendidikan”.
Sudiarja, A Dkk (Peny). 2006. Karya Lengkap Driyarkara. Jakarta: Gramedia.
Sutarno.  2012. Pengembangan pendidikan Multikultural Di Indonesia (online, http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Pendidikan%20Multikultural/BAC/Multikultural_UNIT%2B5.pdf) diakses tanggal 30 Oktober 2012.
Wahid, A. 2010. Prisma pemikiran Gus Dur. Yogyakarta: Lkis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar