Aktualisasi Pemikiran Gus Dur dalam Bingkai
Pendidikan Multikultural
Oleh: Widya Noventari
Widya_noventari@yahoo.com
Indonesia adalah negara yang multikultural, seperti dinyatakan
dalam ungkapan “Bhinneka Tunggal Ika” yang bermakna meskipun berbeda-beda
tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan
ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa
daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Kehidupan masyarakat yang
beragam merupakan sebuah realita yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat
Indonesia. Tatanan masyarakat yang komplek tidak jarang akan membuka peluang
terjadinya gesekan sosial baik dalam sekala besar maupun kecil. Hal ini
terlihat dari berbagai macam konflik sosial yang melanda negara ini.
Berbagai macam konflik sosial ini dapat terlihat dari berbagai tindak
kekerasan antar kelompok yang bergolak secara sporadis seputar persoalan Suku,
Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) banyak terjadi dan terus bermunculan di
negeri ini. Dari Sabang sampai Merauke terjadi berbagai peristiwa berdarah. Di
Aceh terjadi pergolakan yang bernuansa separatis dan ingin memerdekakan diri
melalui Gerakan Aceh Merdeka. Beruntung masalah ini bisa diselesaikan dengan
damai, namun masalah ini belum tuntas. Penyelesaian damai ini menyisakan
masalah yang masih harus dituntaskan dengan arif. Di Sampit terjadi peristiwa
yang sangat menggegerkan dunia ketika banyak mayat bergelimpangan tanpa kepala
dan diliput ke seluruh dunia (Sutarto, 2012). Begitu kompleknya konfik sosial
yang terkait dengan SARA di indonesia menyebabkan kegelisahan masyarakat
indonesia yang mampu mengikis pertahanan NKRI.